Rabu, 19 Oktober 2011

Konsep Diri


Setiap orang tua pasti mengharapkan anaknya pintar, cerdas, dan mampu menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah dengan baik, sukur-sukur rangking satu. Harapan inilah yang menyebabkan orang tua berlomba-lomba memfasilitasi berbagai macam keperluan anak, termasuk les privat berbagai macam. Harapannya agar anak menjadi siswa seperti yang diharapkan.  Meskipun sudah dileskan berbagai macam pelajaran, masih banyak anak yang berprestasi rendah padahal berdasarkan tes inteligensi (IQ) anak termasuk berIQ rata-rata bahkan superior (lebih besar dari 110 skala Weschler).

 Berdasarkan hasil penelitian Yumil Achir (dalam Utami Munandar, 2004) sekitar 39 % siswa berbakat di Jakarta memperoleh nilai di bawah rata-rata.  Bahkan dari hasil penelitian di Amerika Serikat diperkirakan antara 15–50% anak berbakat berprestasi kurang (underachiever). Pertanyaannya adalah “mengapa anak berprestasi di bawah kemampuannya?”. Banyak teori untuk menjelaskan kenapa anak berprestasi di bawah potensinya (uncerachiever). Menurut Utami Munandar (2004), salah satu penyebabnya adalah latar belakang seorang, yang menyangkut rasa harga diri yang rendah. Rasa harga diri yang rendah adalah ketidakpercayaan atas kemampuan yang dimiliki. Mereka tidak percaya bahwa mereka mampu melakukan apa yang diharapkan orang tua dan guru dari mereka.  Untuk menutupi rasa harga diri mereka, biasanya dengan perilaku berani dan menentang atau dengan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri. Misalnya dengan menyalahkan sekolah atau guru atau dengan menyatakan tidak peduli atau tidak berusaha dengan sungguh-sungguh jika prestasi mereka kurang memuaskan. 
Fenomena ketidakkonsistenan antara pendidikan dan keberhasilan kehidupan tersebut memunculkan pertanyaan bagiamana sistem pendidikan yang sangat kompetitif ternyata dapat melahirkan generasi yang tangguh secara keilmuan tetapi rapuh atau gagal dalam kehidupan. Salah satu  kemungkinan penyebabnya adalah  ketika anak didik dihadapkan kepada beban pendidikan yang terlalu banyak dan ekspetasi yang terlalu tinggi dikarenakan lingkungan yang sangat kompetitif, sistem pendidikan dan lingkungan tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan konsep diri anak didik secara matang dan positif. 
Konsep diri merupakan seperangkat instrument pengendali mental dan karenanya mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Gunawan (2005) menyebutkan bahwa  seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan menjadi invidu yang mampu memandang dirinya secara positif, berani mencoba dan mengambil resiko, selalu optimis, percaya diri, dan antusias menetapkan arah dan tujuan hidup. Terkait dengan pencapaian akademik, hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh  Shupe dan Yager (2005) dan Yeung dan Marsh dalam O’Mara dkk (2006) menunjukkan bahwa konsep diri dan pencapaian akademik siswa adalah dua hal yang saling memperngaruhi. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam berbagai tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguran tinggi, seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung memiliki pencapaian akademik yang lebih baik.
Tripp Jr (2003), Shupe dan Yager (2005) mengemukakan bahwa seseorang dengan konsep diri positif akan mempunyai kemampuan interpersonal dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan untuk melakukan evaluasi secara obyektif terhadap dirinya sendiri. Sementara itu menurut Germer (2004), konsep diri merupakan kunci untuk membangun komunikasi terbuka antara guru dan murid sehingga menciptakan partisipasi aktif antara keduanya dalam kegiatan belajar mengajar. Baik Germer dan Yager, menyimpulkan bahwa dengan konsep diri positif akan meminimalisasi munculnya kesulitan belajar dalam diri siswa.  Berkurangnya kesulitan belajar inilah yang pada akhirnya memungkinkan siswa untuk mendapatkan penguasaan akademik yang lebih baik. Dari sini, nampak bahwa konsep diri positif menjadi pemacu keberhasilan akademik. Meskipun demikian, menarik untuk mencermati penemuan Yan dan Haibui (2005) yang mengungkapkan bahwa anehnya pada anak-anak yang berbakat atau mempunyai kemampuan akademik yang mengagumkan, didapatkan konsep diri negatif meski tidak signifikan. Menurut Syah (2007), siswa yang sangat cerdas dapat mempunyai konsep diri yang negatif yang ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dikarenakan tuntutan keingintahuannya dirasakan tidak diperlakukan secara adil.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar